Postingan

My Life As A Recruiter: Intro

Gambar
Photo by Tima Miroshnichenko: https://www.pexels.com Kali ini, aku mau cerita tentang perjalanan karierku sebagai rekrutmen konsultan, talent advisor, recruitment staff, rekruter, HRD (sebutan paling lumrah yang sering kita dengar), tukang rekrut, apapun itu namanya. Yang pasti kerjaannya masuk-masukin orang ke perusahaan tertentu untuk kerja. Bukan untuk mencari cinta sejati ya. Kalau pun iya, itu unexpected bonus belaka. Sebelum cerita tentang hari ini, kayaknya seru kalau aku mengajak kalian jalan-jalan sebentar ke masa lalu. Mari berangkat. Oke, stop. Mesin waktu kita sekarang berhenti di bulan Januari 2012. Sepuluh tahun dari sekarang, lebih sedikit. Kita sedang berdiri di warung pecel lele Lela seberang sebuah apartemen di Jalan Margonda, Depok. Langit gelap sejak pagi, siang teduh, gerimis menari-nari di pelipis. Aku baru saja pulang dari UI.   Sekarang kita akan menyeberang jalan menuju pulang ke gang Haji Mahali (bukan Mahalini ya, ingat ini tahun 2012, Mahalini baru a...

Sehat Nomor Satu, Perut Datar Oke Juga

Hi, aku mau berbagi cerita sedikit.  Ini akan jadi tulisan pertama di blog ini dalam 4 tahun. Keningku berkerut mengetik angka '4 tahun' ini. Sudah selama itu blog ini terbengkalai? Sulit dipercaya.  Banyak yang terjadi, pasti, dalam empat tahun ini. Banyak yang berubah dalam hidup. Tapi itu akan aku ceritakan nanti. Sekarang, aku ingin memulai postingan comeback ini dengan sharing ringan tentang usahaku menurunkan berat badan. Terakhir aku ukur BB, beratku masih di kategori overweight. Aku lupa kapan persisnya, aku cuma ingat angkanya.  Oke, lanjut. Jadi, u dah dua mingguan ini aku sama Nisa nyoba ngurangin porsi nasi. Biasanya sehari masak nasi 4 gelas beras untuk berdua. Sekarang cuma separuhnya. Nyoba home workout lagi pelan-pelan. Lumayanlah sekali sesi dapat durasi setengah sampai sejam paling lama. Hasilnya, badan berasa seger banget abis keringatan.  Terakhir olahraga berat kalau gak salah sebelum Kamila lahir. Ya, 9 bulan yang lalu. Udah seusia satu kali keh...

Denganmu, Aku Ingin Mengabadikan Segala Hal

Gambar
Hai, namaku Miko. Malam mingguku, well, tidak terlalu baik. Aku ingin mengaku sebagai novelis dan pekerjaanku adalah menulis, tapi, seperti yang Josh bilang kepada Ruby dalam film Already Tomorrow in Hong Kong , "I think you should have to finish the book before you call yourself a novelist," barangkali sebaiknya aku tidak menggunakan kata itu untuk menggambarkan siapa aku saat ini. Walaupun, ya, aku sedang menuju ke sana, novel pertamaku sedang ditulis dan menunggu rampung — menulisnya sudah sejak 2014, omong-omong — jadi, anggap saja, "Kind of." Aktivitas keseharianku memang semacam itu, atau tidak jauh-jauh dari situ. Menulis coretan-coretan untuk karya orang lain juga, misalnya. Memangnya apa hubungannya pekerjaanku yang so called novelist wannabe ini dengan Smartphone Idaman 2018? Banyak. Banyak sekali. Aku bisa menguraikannya satu per satu padamu.  Pertama, aku butuh satu alat berteknologi canggih dan mutakhir untuk meningkatkan kepercayaan ...

Ngomongin Film 'Dilan 1990': Memanggil Ulang Kenangan di Kepala Masing-masing

Gambar
Foto milik Falcon Pictures P eringatan: tulisan ini akan panjang dan membosankan, penuh spoiler , ngalor-ngidul gak jelas seenak yang nulis, dan sama-sekali tidak akan membantumu masuk surga. Sebaiknya dahulukan sholat dan baca Qur’an dan mengerjakan PR hehehe. Pertama-tama, perlu kuberitahukan kepada khalayak budiman bahwa aku menonton film ini tanpa ekspektasi yang tinggi, tidak berharap banyak, karena sampai malam itu, ketika akhirnya saya memutuskan untuk menontonnya setelah seminggu lebih plesetannya viral di mana-mana, film drama percintaan remaja terbaik menurutku masih dipegang oleh Posesif (2017). Jadi begitu, aku tetap menonton karena memang cuma ingin mendapatkan hiburan ketimbang bengong di kosan mengingat-ingat kenangan sama mantan. Dan syukur-syukur kalau ternyata bisa membuktikan kebenaran rekomendasi dari teman-temanku dan mematahkan perasaan skeptis dalam diriku sebelum-sebelumnya. Enaknya menonton tanpa ekspektasi apapun adalah kamu akan enjoy dan tenang ...

Wanitaku

Hai, sapaku, dan langit adalah bola matamu apakah kau bersedih? tanyaku. matamu mengucurkan hujan yang biru aku tenggelam oleh durjamu. jangan risau, kataku, akan kubikinkan kau pelangi aku tahu itu bohong saja dan kamu pun mengerti aku bukan matahari. tak perlu, jawabmu, cukup berdiri di situ dan jangan pergi, mohonmu lagi, tangismu menjelma salju. tidak akan, kubilang, dan senyumanku ialah telaga yang mengendapkan luka diam-diam aku mendengar malaikat berbisik, konon takdirku adalah menjadi hati tempatmu melabuh di kemudian hari. tapi kau akan menderita, cemasmu, wajahmu menjadi purnama yang mendung dan berdebu. aku tak apa, tegarku, dan air mata lindap dari sungai-sungai kering di wajahku dadaku telah jadi samudera yang bisu. pergilah, bisikku, kamu 'kan kutunggu kelak, pulanglah bila tak seorang pun lagi yang cinta padamu. aku rumahmu. (Malang, 2 Februari 2018)

Puisi Tanpa Judul

aku mencintaimu semenjak dari derita yang paling hampa kaugenggam jemariku dan berkata: "Jangan putus asa, aku ada." kaupeluk ragaku yang hampir runtuh; hangat napasmu di bibirku cairkan gegunung ketakutan tentang esok yang tak diperuntukkan padaku; yang tenggelam di kubangan kebinasaan "Senyumlah kembali, aku di sini," bisikmu lirih dan kepalamu jatuh di pundakku yang tak teguh kautuntun langkahku pergi kauajak berlari "Kita selamanya!" teriakmu dan dadaku bungah oleh harapan-harapan yang berdua kita patri di kedalaman impian dan aku semakin terjerembab di cintamu yang paling palung dan sunyi kurekat hatiku kuat-kuat kugenggam dirimu hebat-hebat Hingga suatu petang, takdir angkuh menggunggungmu menjauh kisahku dipaksa tamat: dalam sekejap duniaku kiamat. (Malang, 19 Januari 2017)

Memikirkan 1910 Cara Kematian

Hai, Oktober. Kamu datang lagi, ya. Terlalu cepat, kurasa. Belum beberapa kejap kakiku berjalan-jalan di sudut-sudut September yang kering, berdebu dan sunyi, tahu-tahu kau telah berdiri di sini, di hadapanku, merentangkan tanganmu lebar-lebar, menatapku dengan bola mata beningmu yang dapat kuselami kedalamannya yang sarat ingatan-ingatan; menerbitkan kelu di sekujur tubuhku yang masih belum sepenuhnya pulih dari sesuatu yang aku sendiri tidak tahu harus menamainya apa. Luka? Mana ada luka yang tak sembuh bertahun-tahun lamanya? Cemen sekali kalau aku harus takluk oleh hal-hal dramatis seperti itu. Yekan?