Tentang Dunia yang Sempit dan Jaring-Jaring Nasib

Alkisah, nyaris 5 tahun silam, saya berkenalan dengan seorang penulis blog yang rajin nulis puisi di facebook melalui sebuah kebetulan yang remeh. Kami rajin saling mengomentari status, dari canda-candaan garing hingga menggalau-galaukan diri dengan saling sambung puisi yang kemudian oleh si teman ini ditulis ulang dalam bentuk puisi duet.


Waktu itu, si teman ini kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Padang, sedangkan saya baru saja men-DO-kan diri dari sebuah sekolah tinggi swasta di Jawa Timur sana lalu memulai petualangan baru dan merencanakan persiapan SNMPTN di Depok. Tahun itu adalah permulaan kegiatan literasi saya, dengan menulis cerita bersambung "Istiqlal dan Katedral" di facebook dan si teman ini menjadi salah satu pembaca setianya. Enaknya punya teman yang kuliah Bahasa Indonesia adalah, kau seperti berteman dengan polisi lalu lintas, hanya saja yang ditilang adalah kesalahan EYD-mu dan tetek bengeknya.

Kami bisa dibilang sangat akrab meski belum pernah bertatap muka apalagi saling memperdengarkan suara, baru sebatas dunia maya. Terkadang, ada jenis pertemanan tertentu yang engkau merasa cukup dengan batasan itu, bertemu bukan dianggap sesuatu yang perlu. Tapi siapa sangka, takdir memangkas jarak itu pada saatnya sendiri. Si teman lulus dari UNP, lalu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2 di Malang. Kami berjumpa. Serasa tak percaya namun nyata.

Si teman yang saya bicarakan ini adalah si Uni berkerudung merah jambu. Sebentar lagi beliau akan wisuda magister, dan mungkin beberapa bulan setelahnya, akan menikah dengan seorang pemuda Minang yang justru ditemuinya di tanah Jawa (itu pun kalau jadi dan kalau harga cabai nggak mencekik).

Kembali ke titik awal pertemanan saya dengan si Uni berkerudung merah jambu tadi. Ceritanya saya diterima di Psikologi UB Malang, lulus ujian tulis SNMPTN.

Bertemulah saya dengan calon mahasiswa baru Psikologi UB yang berasal dari Padang Panjang melalui grup facebook maba yang entah siapa inisiatornya. Di grup itu engkau bebas menambah kenalan, tebar pesona, dan melirik-lirik calon pacar yang menurutmu menarik jika engkau berstatus jomblo-ulang-alik. Perkara engkau dilirik balik atau tidak, itu urusan belakang.

Berkenalanlah saya dengan anak Padang Panjang ini. Sudah kebiasaan laten kalau bertemu teman sedaerah di tanah rantau itu kadar senangnya sebelas dua belas dengan menang undian produk deterjen. Cerita punya cerita, si teman ini ternyata dulu sekali, adalah teman SD si Uni berkerudung merah jambu yang saya ceritakan sebelumnya. Si teman yang kumaksud tentu tak lain tak bukan si Uda berkemeja abu-abu di sebelah saya yang pernah 'nyasar' kuliah di kelas Teknik Geologi Unpad tanpa seorangpun mahasiswa perempuan, kering kerontang. Lalu sebagaimana saya, memutuskan untuk men-DO-kan diri, ngulang tes SNMPTN, lantas menyandang almamater Brawijaya.

Maka sekali lagi garis lingkar bumi ini terasa pendek sekali. Memang, ada masanya pertemuanmu dengan seseorang adalah seperti jejaring yang bersangkut-paut dengan seseorang lainnya yang entah siapa dan cepat atau lambat akan menjadi bagian dari potongan-potongan puzzle kehidupanmu. Multi-level takdir kalau saya menyebutnya.

Singkat cerita, kemarin kami bertiga mengadakan perjumpaan, merayakan pertemanan. Ini jarang sekali terjadi. Setelah nyaris 5 tahun pertemanan itu, saya mengerti bahwa takdir, pertemuan dan perpisahan adalah perangkat misterius yang sebaiknya dinikmati saja, dibawa senyum, dan dihadapi dengan jantan.

Tanggal 14 nanti si teman berkemeja abu-abu ini wisuda, katanya pada saya dengan nada bijak bestari, "Semua orang akan wisuda pada waktunya. Semua orang punya life journey-nya masing-masing. Nggak usah sedih."

Si Uni berkerudung merah jambu menimpali, "Sepertimu yang nggak perlu sedih mendengar mantan (gebetanmu) waktu SMP udah nikah dan punya anak".

Saya tertawa, mendekati si teman berkemeja abu-abu, lalu membisiki telinganya, "Pa*tek dek Ang!"

Kami bertiga lantas sama-sama tertawa, dan memintai tolong seseorang untuk mengabadikan pertemuan kami dalam sebuah foto yang sayangnya agak buram (mungkin kamera si Uni kurang mahal).

*N.B: Untuk sekadar informasi, barangkali ada yang lagi nyari calon mantu, kebetulan sekali yang di tengah masih available.

Komentar