Potret Matamu yang Kuperam dalam Kotak Kenangan

Matamu seperti kelereng yang kuperebutkan dalam permainan masa kecil. Dulu aku boleh merajuk, menangis darah bila kalah dalam permainan itu lalu matamu menjadi milik temanku. Kini aku cukup tersenyum. Merencanakan permainan yang lebih masuk akal. Seperti misalnya, pura-pura memintamu bergaya di depan kameraku, demi sekelumit kenang-kenangan tentang sekejap waktu yang kau habiskan denganku, kataku. Lantas diam-diam aku menyekap matamu dalam selembar foto tanpa pigura, untuk kubawa-bawa, untuk kutatap dan kuajak bercerita tentang dunia yang makin gila, pun rencana-rencana yang mengangkangi realita. Juga untuk kupajang baik-baik di dinding kamarku meski kau telah tiada. Selamanya kuperam dalam kotak ingatanku hingga kita sama-sama menua dan kau pun lupa bahwa di satu masa di belakang sana, kita pernah saling menyentuhkan kepala.

(Malang, 4 Januari 2017)

Komentar