#10DaysKF Hari ke-6: "What doesn't kill you makes you stronger"

Sumber gambar: Funimation
Gais, percayalah, diremehkan dan dianggap sebelah mata terhadap suatu hal yang kita banggakan itu nggak ada enak-enaknya sama sekali. Kalau ketemu orang-orang yang hobinya meremehkan kita seperti itu, rasanya pengen nyewa Apollo 11 buat ngirim itu orang ke Bekasi Planet Yupiter.

Kayak aku misalnya, nih. Aku bangga sekali dengan gadis pujaanku itu, Maudy Ayunda. From the earth to the moon lah istilahnya cintanya aku sama dia. Tapi kamu tahu? Entah kenapa orang-orang selalu meremehkanku. Aku dituduh mengidap halusinasi akut. Nggak tahu diri. Bahkan ada yang berniat menyumbangkanku cermin segede lapangan sepakbola agar aku segera sadar dan insaf. Menyebalkan, memang. Padahal, kan, kalau dipikir-pikir dengan saksama, apakah mustahil aku bisa menikah dengan Maudy Ayunda? Yaaa, memang mustahil, sih.hehehe

Dulu, beberapa tahun lalu, ketika aku berniat menggebet cewek manis di kelas, seluruh dunia menggeleng putus asa. "Kamu nggak bakal bisa dapatin dia, Mik. Ngaca, deh! Mending kamu banyak-banyak ibadah aja biar kalau mati masuk surga". Apakah aku patah semangat? Tidak, Teman! Aku nggak menyerah sejengkal pun. Aku terus saja maju. Tetap berusaha mendapatkan perhatian dan cinta si cewek. Justru berkat diremehkan itu, aku terpacu untuk berhasil. Benar saja, perjuanganku nggak sia-sia. Si cewek bersedia jadi pacarku, meskipun dia melakukannya karena terpaksa, dan sama sekali tidak atas dasar cinta. "Kita udah cukup dekat berteman, kalau kamu kutolak, nanti pertemanan kita jadi rusak. Aku nggak mau itu terjadi". Berbahagianya aku diterima jadi pacarnya. Menderitalah dia yang terpaksa menerimaku jadi pacarnya.hehehe

Pernah juga, nih. Sebelum aku kuliah di Psikologi, aku pernah kuliah bahasa Arab di salah satu sekolah tinggi swasta di Jawa. Sebagian besar teman-teman seangkatanku waktu itu adalah lulusan pondok pesantren yang bertahun-tahun belajar bahasa Arab dengan serius. Mereka lancar sekali ngomong pakai bahasa Arab seolah-olah itu bahasa Ibunya. Bahkan, ngigo-pun mereka pakai bahasa Arab. Sementara aku? Pengetahuan dan kemampuan bahasa Arabku jelas tertinggal sekian strip di bawah mereka. Aku cuma lulusan Madrasah Aliyah Negeri yang belajar bahasa Arab cuma dua jam seminggu. Kurang miris apalagi coba?

Nah, melihat begitu jomplangnya kemampuanku dengan mereka, banyak tuh yang merendahkan dan meremehkan. "Kalau nggak kuat nggak usah dipaksakan. Belajar semampumu saja," kata satu dua teman yang songongnya minta dilumerin B*n C*be level 10 ke kupingnya. Aku awalnya sempat tertekan, sih. Tapi setelah kupiki-pikir, aku harus bisa mematahkan ucapan orang macam dia biar tidak semakin merajalela di muka bumi ini. Bisa hancur dunia kalau orang-orang seperti itu berkembang biak di planet ini.

Sumber gambar: Instagram/Maudy Ayunda
Berawal dari sana, aku memperbaiki cara belajarku. Singkat cerita, aku benar-benar berhasil membungkam mereka yang meremehkanku. Selama dua semester awal, IPK-ku tak kurang dari angka 4. Bolehlah aku membusungkan dada setiap jalan di depan orang-orang yang sebelumnya meremehkanku itu.hehehe


Pesan moralnya adalah, jangan patah arang bila orang-orang meremehkan dirimu, merendahkan hal-hal yang menurutmu luar biasa dan bikin bangga. Teruslah terpacu untuk membungkam suara-suara sumbang seperti itu. Ingatlah selalu pepatah orang barat sana yang mengatakan bahwa "What doesn't kill you makes you stronger".

Jadi, mulai besok, kalau masih ada orang-orang songong yang merendahkanmu, jangan galau, ya. Cuekin aja. Kalau perlu, salamin, traktir makan durian. Kamu makan isinya, dia makan biji sama kulitnya.hehehe

Ganbatte kudasai!

Malang, 23 Januari 2017
Ditulis dalam rangka mengikuti 10 Days Writing Challenge oleh #KampusFiksi

Komentar