Elok Wujudmu yang Menghilang di Suatu Pagi Nan Buta (Sebuah Puisi)

Kita pernah berdiri di hampar pualam merah delima.
Menyulam senyum di sepasang bibir ranum kala itu.
Tertegun mengurai sabda cinta dan janji setia.
Kau bak safir, tertanam elok pada sekeping cincin putih yang tak tersentuh.
Bagai sebutir bintang kemilau yang disembunyikan kelam saat purnama telah berlalu lima belas hari.
Kau berbisik laksana semilir aroma puspa yang menelisik halus ke dalam kesadaran lelakiku.
Membangunkan segenap impian tentang harap ijab di suatu waktu yang kita namakan masa depan.
Nafasmu hangat, melipurku dari kegundahanku akan senja yang telah asing,
tanah yang tak berjejak,
langit yang tak bertangkup,
tegak yang tak bertiang.
Lantas manakala jam dinding terjungkang pungkang dari angka dua belas,
kau raib bersama tetesan embun pagi buta yang menguap dihisap kabut.
Musnah beserta remah-remah cerita yang pernah kita dekap.
Menghapus ribuan langkah yang pernah kita derap.


Malang, 5 Februari 2015
Di bulan yang, katanya, penuh kasih sayang.

Komentar