Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2014

Lebih dari Sekadar Bang Toyib

Atap kontrakan tiba-tiba bergemuruh, tak ada petir tak ada badai, hujan berjatuhan bak taburan koral. Aku yang sedang berkonsentrasi penuh di depan laptop , lari lantang-pukang ke belakang, memanjat tangga setinggi dua setengah meter ke tempat jemuran dengan satu napas. Hampir saja kecolongan. Cuaca di kota ini seperti remaja labil akhir-akhir ini, susah ditebak apa maunya. Usai meminggirkan pakaian (kurang) kering yang hampir saja basah kuyup itu, aku menengadahkan wajah ke langit. Allahumma shayyiban nafi'an . Ya Allah, jadikanlah hujan ini bermanfaat bagi kami, bisikku lirih. Kupejamkan mata sejenak, kuabaikan tetesan-tetesan air itu menjamah wajahku, ada kedamaian di situ.

Nayla

Segelas Ice cappucino di pukul setengah dua malam dengan udara beku menusuk tulang? Cewek aneh. Seharusnya dia membutuhkan secangkir kopi panas untuk menjaga tubuhnya tetap hangat. Atau barangkali dia suka minuman jahe hangat? Aku bisa membikinkan untuknya. “Mbaknya nggak salah pesan minuman, kan?” kutaruh gelas itu di hadapannya sambil tersenyum hati-hati. Dia menggeleng. “Duduk di dalam aja, mbak, dingin banget lo di sini.” Dia menggeleng lagi. Aku mengangguk. “Ya udah, paling nggak jaketnya cukup tebal buat menghangatkan badan.” Ujarku sok akrab. Dia melirik sekilas jaket kulit yang dikenakannya, tersenyum, hambar.

Apel Merah dalam Amplop Putih

Seminggu ini, aku mulai sibuk menghitung-hitung sisa tanggal di bulan Juni. Setiap hari, aktivitasku dalam ruangan pengap ini hanyalah menatap lembaran kalender lusuh yang ditempel tak simetris di tembok. Kurang lebih dua minggu lagi, pikirku dalam hati, sumringah. “Adrian Chaniago.” Seorang sipir muda melangkah mendekati ruanganku dan mengulurkan sebuah amplop kecil berwarna putih melalui sela-sela jeruji, ”Ada titipan untukmu.” “Oh,” Kulirik sekilas nametag sipir muda itu, dia orang baru di sini. “Terima kasih, Tomi. Pak Tomi, maksud saya.” Kusambar amplop itu agak kasar sambil melempar senyum sinis pada si sipir. Dia membalasku dengan ekspresi datar lantas beranjak menjauh. Sebuah surat tanpa nama?

Semacam Normalisasi Otak, Mungkin?

Gambar
Apa kabar kamu? Udah lama banget nih nggak nge-blog ( Sok sibuk ). Walaupun begitu, hidup harus terus berlanjut, kita harus terus menulis, Kawan ( cieleh) . Mari, mari, ayo corat-coret lagi, cukup mati surinya, hampir setengah tahun, ayo bangkit merah putih untuk Indonesia lebih baik ( apa sih? ). Parah memang, ckck.