Hanya Sedikit Letih

Sudah pukul setengah sepuluh malam, udara kota ini mulai berembun, kulit tipis ini mulai digerayangi dingin yang dibawa semilir angin nakal. Dan seharusnya, dulu sekali, ketika saya masih mengenakan seragam putih-merah, di jam-jam seperti ini segala hiruk-pikuk sudah padam. Berganti bebunyian binatang malam yang sedang mendapat giliran pesta menggantikan makhluk siang. Pukul sembilan malam, terasa sudah amat gelap, anak-anak kecil disuruh segera berangkat ke tempat tidur, esok pagi mesti bangun subuh-subuh, sholat, lalu siap-siap ke sekolah. Itu dulu, belasan tahun lalu. Ah, rasanya baru kemaren sore saya menangis pulang sekolah gara-gara dibully teman-teman geng bandit di sekolahan. Oh, itu, cinta monyet itu, rasanya belum genap sehari dia terpangkas dari perasaan, ditolak.hahahaha

Tapi itu dulu, belasan tahun lalu....

Sekarang? Tidak ada yang sama kecuali nama dan darah keturunan yang mengairi tubuh ini. Nama masih sama, Jumaiko Ahmadi. Darah masih Minangkabau, tidak ada yang berubah dari dua unsur dasar itu. Tapi jam tidur pukul sembilan malam itu? Entah di mana rimbanya sekarang. Sudah lama sekali saya tidak bertemu dengan makhluk itu, makhluk malam bernama "tidur-pukul-sembilan-malam". Bahkan, sampai tulisan ini berhenti di tanda koma ini, saya masih kelayapan di kampus, menyeruput kuota internet kampus, pengganti kopi. 

Sudah hampir pukul sepuluh malam, udara kota ini bertambah dingin. Saya belum pulang. Masih di sini. Di tempat pelampiasan mimpi-mimpi yang sedang bertempur menuju realitas. Kendaraan-kendaraan masih berlalu lalang, meski sudah lewat jam tidur pukul sembilan malam. Adapun hiruk-pikuk itu, masih bertaburan di udara. 

Apa yang akan kita lakukan sekarang? Saya hanya menulis, seperti saat ini, menorehkan kalimat apa saja yang mampir di imajinasi. Maka tidak perlu mengernyitkan dahi bila tulisan ini mengambang sebagaimana pikiranku yang sedang mengawang jauh melewati batas-batas ketenangan. Bilamana ide-ide di kepala ini disulap menjadi sesosok makhluk bernyawa, barangkali saya ingin merubahnya menjadi seekor kunang-kunang. Tak peduli kelap-kelipnya akan kalah oleh pelita-pelita yang lain.

Sudah hampir pukul sepuluh malam, abaikan saja tulisan ini. Mungkin saya hanya sedikit lelah, walaupun untuk sekadar mengatupkan kelopak mata.






Komentar