Penggalan-Penggalan Harapan

Apa yang membuatmu berharap terhadap suatu hal? 
Apa yang mendorongmu untuk menjaga hatimu, asamu, dan segenap daya tahan pikiranmu, untuk selalu menjaga agar harapan itu tetap menyala?
Lalu bagaimana bila kau lelah menanti harapan yang tak kunjung membawa kabar baik?

Aku dan harapanku. Kau, kita, dan harapan-harapan yang tersimpan rapat di relung jiwa. Terpatri mati dalam sanubari. Ah, terlalu puitis.

Begini, apa yang sebenarnya kita harapkan dari harapan itu? Ah, berbelit-belit.

OK, berbicara tentang harapan, setali tiga uang dengan membicarakan masa depan, yang berujung pada segala ketidakpastian. Apakah bisa kita sebut itu dengan perjudian? Bisa jadi. Di satu sisi, menumbuhkan harapan serupa halnya dengan berjudi. Berjudi dengan nasib. Ah, terlalu rumit.

Adakah yang pasti dari harapan-harapan yang kita rangakai dalam setiap doa? Dalam setiap usaha mewujudkan harapan itu? Tidak, sama sekali tidak. Ambil contoh, kau berharap mendapatkan undian berhadiah senilai jutaan rupiah dari sebuah produk makanan, lalu kau berdoa agar harapan itu terkabul, menangis darah, meratap-ratap, apakah dengan demikian segalanya menjadi terang-benderang? Maksudku, apakah dengan berdoa, meratap, menangis, akan menjamin kau berhasil memenangkan undian tersebut? Tidak, tidak ada jaminan sama sekali. Habis darahmu tumpah ruah melalui air mata darahmu itu, tetap saja tidak ada yang menjamin harapan besarmu itu bakal terkabul begitu saja. Ah, terlalu pesimis.

Bukan, aku tidak mengajakmu untuk menjadi pribadi yang pesimistis. Sama sekali tidak. Namun yang menjadi poin pentingnya adalah, kita harus tetap hidup di atas realita yang ada. Silakan mengimani keajaiban seperti ceritera-ceritera orang-orang yang hidup dengan karomah, silakan saja, tidak masalah, tapi ingat, harapan itu tetap saja sesuatu yang masih abstrak dalam pengertian yang sesungguhnya. Tak berwujud, kelabu, bahkan gelap gulita seumpama malam tanpa bulan dan gemintang. Ah, terlalu lebay.

Intinya, Kawan, aku tidak menyalahkanmu bila terlalu berharap akan sesuatu. Tapi aku ingin mengajakmu untuk meletakkan penggalan-penggalan harapan itu di tempat yang seharusnya dengan kadar yang sepantasnya pula.

Silakan bumbungkan harapanmu setinggi langit, sebesar-besarnya, seagung-agungnya, tapi satu hal yang ingin aku tekankan, sandarkan semua harapan itu pada Allah, Sang Pemilik segala-galanya. Biarkan saja tidak ada jaminan harapanmu terkabul, biarkan saja kau berjudi dengan ketidakpastian, biarkan saja harapanmu mungkin tidak kunjung menemukan kabar baik, selama harapan itu berujung pada Allah, tidak ada rugimu sama sekali. Mungkin di dunia ini iya kau tak mendapat apa-apa. Tapi percayalah, untuk setiap penggalan harapan yang kau gantungkan dan sandarkan padaNya, untuk setiap itu pula kau telah menjalin tali tauhid yang murni di hatimu dengan Ilahi.

Ah, mungkin tulisan ini terlalu berputar-putar dan bikin pusing. Yang terpenting untuk selalu kau ingat, Kawan, berharaplah pada Allah saja, jangan pada yang lain. Karena, berharap pada manusia hanya bikin kecewa dan menambah galau pikiran. Percayalah.

Salam blogger.

Komentar

Posting Komentar